Minggu, 06 April 2014

Apakah sikap golput itu harus disalahkan?

Tanggal 9 April besok negara kita melaksanakan sebuah sistem yang bertujuan untuk memilih calon-calon wakil rakyat di legislatif. Sistem pemilu ini sudah diterapkan di Indonesia sejak tahun 1955, yang artinya 10 tahun setelah Indonesia merdeka. Sekedar informasi, dulu itu Indonesia menerapkan pemilu secara tertutup, dimana rakyat memilih partai pas pemilu, yang nantinya partai pemenang pemilu itu akan duduk di DPR/MPR. Melalui media rapat paripurna (kalo ga salah) DPR/MPR akan menunjuk pasangan yang nantinya akan mengisi jabatan Presiden dan Wakil Presiden, sebagai mandataris MPR. Tentunya yang dipilih ya dari partai yang menang pemilu. Baru tahun 2004 Indonesia menerapkan sistem pemilu terbuka, dimana selain memilih caleg, ada pemilu khusus untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden secara langsung.
Untuk saya sendiri, saya secara hukum baru bisa memilih itu pas tahun 2004, tapi ya tahun itu dan 5 tahun berikutnya saya masih memutuskan untuk golput. Kayaknya sekarang masih deh. Sebenernya sikap golput saya ini uda jadi prinsip saya sejak SMA, dulu jaman SMA ada pemilihan ketua presidium (semacam OSIS), pas kuliah agak sedikit berubah, dimana saya sempat memutuskan untuk aktif berperan di dalam sebuah sistem politik kampus (jadi anggota himpunan dan 2x sebagai tim sukses pasangan presiden mahasiswa yang waktu itu kebetulan 2x hasilnya kalah semua..hehehe).
Sebenernya saya itu suka sama politik, kalo mau tau alesannya, silahkan cari di tulisan lain saya di blog ini. Tetapi dalam hati saya sebenernya saya lebih mengambil sikap untuk tidak terlibat dalam sebuah sistem politik di Indonesia. Mulai dari lingkup terkecil yaitu pemilihan ketua RT sampe ke ruang lingkup nasional, karena ya memang saya uda terlanjur ga mau terlibat. Dengan kata lain, belum ada alasan yang membuat saya harus mengubah prinsip saya ini.
Ternyata menurut fakta, orang-orang yang berprinsip sama dengan saya ternyata banyak juga. Bahkan di pemilu 2009 jumlahnya lebih besar dibanding dengan jumlah suara partai pemenang pemilu saat itu. Golput pada pemilu 2009 itu kurang lebih 29% sedangkan partai Golkar sebagai partai pemenang pemilu legislatif mendapatkan 21,58% suara. Di balik berbagai alasan tingginya angka golput karena kecurangan, kalo kita menganggap memang 29% itu benar-benar karena pilihan seperti saya, harusnya para caleg ini mulai berkaca, atau bahkan KPU sebagai penyelenggara pemilu harus mengkaji ulang syarat-syarat caleg, aturan-aturan pemilu dsb.
Setiap pemilu KPU sebenernya uda mati-matian untuk menekan angka golput ini. Mulai dari promosi di TV dengan jargonnya "Gunakanlah hak pilih anda" dll, hingga di pemilu tahun 2014 menggunakan sosial media dan pendekatan-pendekatan budaya, tapi toh setidaknya bagi saya masih belum cukup menarik untuk terlibat di pemilu kali ini. Salah satu alesan saya males milih adalah saya punya temen, yang dia tau persis bagaimana sistem beli suara di pemilu, sampai dia cerita berapa rupiah yang harus dikeluarkan untuk membeli suara. Mungkin kalo kamu kaget dengan pernyataan saya, berarti kamu selama ini masih menutup mata dan telinga akan kenyataan di negara kita :). Setiap pemilu juga saya sering denger kalimat "Kalo golput berarti ga berhak menuntut apapun terhadap pemerintahan". Dan setiap pemilu juga saya harus mengelus dada dan tersenyum ngeliat orang yang dengan semangat bilang kalimat tadi. Simplenya gini, memilih itu hak, sedangkan menilai dan mengevaluasi kinerja pemerintah itu kewajiban. Sebagai warga negara kita berhak  untuk memilih di pemilu, kita berhak untuk memilih partai apapun sesuai dengan kemauan kita. Kita juga berhak untuk tidak memilih untuk tidak memilih partai apapun di pemilu, selama memang itu kemauan kita. Berbeda halnya dengan kamu tidak bisa memilih karena kelalaian panitia pemilu. Kalo ternyata partai yang kamu pilih itu kalah, berarti di sisi lain artinya kamu tidak memilih partai pemenang pemilu, apakah artinya juga kamu tidak berhak menilai dan mengevaluasi kinerja pemerintah?
Mari kita jangan berpikir secara sempit, pemilu adalah ajang setiap warga negara untuk memilih. Kita bebas memilih partai A, B, C, D dst dan kita juga bebas untuk memilih untuk tidak memilih..

-DuniaTanpaMakna-